🎆 Sejarah Ahlussunnah Wal Jamaah Pdf

43 NU dan Paham Ahlussunnah Wal Jamaah 4.3.1 Konsep Paham Ahlussunnah Wal Jamaah Secara kebahasaan, Ahlussunnah Wal Jamaah (Ahlussunnah Wal Jamaah) dapat dikonsepsikan sebagai gabungan dari kata-kata bahasa Arab ahlun, sunnah, dan jama'ah. Ahlun berarti pemeluk aliran atau pengikut mazhab. al-Sunnah berarti thariqat (jalan), sedangkan al 1 Sejarah Berdirinya Muhammadiyah. Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Daripengertian etimologis di atas, maka makna Ahlussunnah wal jama'ah dalam sejarah Islam adalah golongan terbesar ummat Islam yang mengikuti sistem pemahaman Islam, baik dalam tauhid dan fiqih dengan mengutamakan dalil Al-Qur'an dan Hadits dari pada dalil akal. Hal itu, sebagaimana tercantum dalam sunnah Rasulullah BekalPembela Ahlusunnah Wal-Jama'ah Menghadapi Radikalisme Salafi-Wahabi. Oleh: Muhammad Idrus Ramli. Penerbit: Aswaja NU Center. Dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Nusa Tenggara Barat (NTB) di Sumbawa Barat dan Praya, Lombok Tengah sekitar Maret 2012, ada perdebatan seputar Ahlussunnah Wal-Jama'ah. MunawarAM Minggu, 7 Maret 2021, 23:55 PM. Kitab Hujjah Ahlussunnah Wal Jamaah karya Ulama NU KH Ali Maksum (versi terjemah dan .pdf) merupakan salah satu Kitab dengan isi yang sangat penting sebagai referensi bagi warga NU penganut dan pengamal paham Islam Aswaja. Redaksi Situs Islam Aswaja NU Cilacap Online memposting sedikit review tentang Sejarahlengkap Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) ini saya tulis saat diminta salah satu organanisasi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Page 14/33. Online Library Sejarah Aswaja Sumber Bacaan Islam (FEBI) IAIN Walisongo. Dalam tulisan singkat ini, saya juga membuat semacam "roadmap" sejarah DownloadFree Sejarah Ahlussunnah Wal Jamaah Aneka Ragam Makalahmight not require more become old to spend to go to the books start as well as search for them. In some cases, you likewise attain not discover the notice sejarah ahlussunnah wal jamaah aneka ragam makalah that you are looking for. It will categorically squander the time. kitabsyarah aqidah ahlussunnah wal jamaah "NILAI-NILAI AQIDAH DALAM KITAB RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH (ASWAJA. 134 Pages·2007·8.4 MB·132 Downloads·Indonesian·New!. Buku Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama Ah Ust Yazid Bin Abdul Qadir Jawas Kitab Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah Pdf Download Exclusive Peatix . SiradjSaid Aqil, Ahlussunnah Wal Jamaah dalam Lintas Sejarah(Yogyakarta: LKPSM, 1998) Fahmi.Mohammad, Pendidikan Aswaja NU dalam Konteks Pluralisme (Jurnal Pendidikan Agama Islam : 2013) Bunyamin. Yayan, Menalar NU (Tasikmalaya:Aswaja Nu Center Tasikmalaya, 2017) . Sejarah Perkembangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah Oleh Mukh. Sumaryanto Pendahuluan Di zaman Nabi Muhammad SAW. masih hidup dan memimpin umat manusia, islam masih satu kesatuan dalam naungan kepemimpinan beliau. Kesatuan tersebut terlihat baik dari segi agama, politik maupun sektor sosial masyarakat. Semuanya telah diatur dan dipimpin oleh beliau, setiap kali ada permasalahan yang terjadi para sahabat, maupun yang lainnya pasti akan datang kepada beliau untuk bertanya, sehingga tak akan mungkin ada suatu perbedaan yang akan terjadi baik pada sahabat maupun umat islam keseluruhan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW berbagai macam aliran-aliran keagamaan mulai berkembang, pelan tapi pasti dan bisa dirasakan . Itulah kenyataan dari pernyataan yang pernah disampaikan oleh beliau Rasulullah SAW. Beliau berkata bahwa umat islam akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan dan yang selamat hanya satu, Ahlu sunnah wal-Jama’ah atau ASWAJA begitulah aliran ini disebut. Itulah yang terjadi, sejarah mengatakan berbagai macam aliran sudah terbentuk dan berjalan di muka bumi ini, aliran-aliran tersebut telah tumbuh berkembang di tengah-tengah masyarakat, termasuk juga ahlu sunnah wal jama’ah pun demikian. Untuk mengetahui bagaimana proses perkembangan ASWAJA, pemakalah akan sedikit banyak menyampaikan hal tersebut. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan ASWAJA? 2. Bagaimanakah sejarah perkembangan ASWAJA ? Pembahasan 1. Arti Ahlusunnah wal-Jama’ah Ahlusunnah wal- Jama’ah terdiri dari tiga kata, ahl, sunnah, dan jama’ah. Ahlu bermakna golongan. Sedang as-sunnah, menurut Imam as-Syatibi, ialah segala sesuatu yang dinukil dari Nabi SAW. Secara khusus dan tidak terdapat dalam al-Qur’an, tapi dinyatakan oleh Nabi. Jadi, beliau sekaligus merupakan penjelasan isi al-Qur’an. Sunnah dalam pengertian ini lawan dari bid’ah. Kemudian al-Jama’ah. adalah golongan yang mengikuti Rasulullah SAW dan para sahabanya[1] Ahlu Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang Rasulullah berada di atasnya dan juga para sahabatnya.[2] Islam telah mengisyaratkan adanya firqoh-firqoh yang akan terjaadi dalam kehidupan umat manusia, termasuk firqoh dalam islam, berikut adalah hadits yang menerangkan tentang hal tersebut, Artinya Dari Sufyan Al-Tsauri Nabi SAW. Bersabda “ Sesungguhnya Bani Israel terpecah menjadi tujuh puluh dua aliran, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran. Semua aliran itu akan masuk neraka, kecuali satu. Para sahabat bertanya siapakah satu aliran itu ya Rasulallah ? mereka itu adalah aliran yang mengikuti apa yang aku lakukan dan para sahabatku Ahlu Sunnah wal jama’ah . HR. Tirmidzi Dalam firqoh-firqoh tesebut semua akan celaka kecuali golongan yang berkomitmen melakukan segala amaliyah Nabi dan para sahabatnya. Lafadz “ ” disebut dengan ahlu sunnah wal-jama’ah, yang berarti penganaut sunnah nabi Muhammad SAW dan jama’ah Sahabat-sahabatnya.[3] Ketika Rasulullah SAW wafat, maka terjadilah kesalahpahaman antara golongan Muhajirin dan anshar, siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin kaum muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan menimbulkan perselisihan antara kaum Muhajirin dan anshar. Setelah masing-masing mengajukan delegasi untuk menentukan siapa khalifah pengganti Rasulullah. Akhirnya disepakati oleh kaum muslimin untuk mengangkat Abu bakar sebagai khalifah.[4] Pada masa itu mulai terlihat adanya perpecahan antar umat islam yang berlanjut hingga masa kepemimpinan khulafa’ berakhir yang kemudian dilanjutkan oleh para kholifah dari berbagai dinasti dan sampailah pada dinasti dimana imam-imam madzhab aliran-aliran muncul. Menurut sebagian sejarawan, istilah Ahlussunnah wal-Jama’ah itu digunakan sejak abad III H. mereka menyebutkan satu bukti yang ditemukan pada lembaran surat Al-Ma’mun khalifah dinasti Abbasiyah ke-6. Di sana, tercantum kata-kata, “wa nassaba nafsahum ilaa as-Sunnah mereka menisbatkan diri pada sunnah. Abad ini adalah periode tabi’in dan para imam-imam mujtahid, di kala pemikiran-pemikiran bid’ah sudah mulai menjalar terutama bid’ah dari kaum mu’tazilah. Sejarah mengatakan bahwa khalifah al-Ma’mun merupakan khalifah yang mengambil mu’tazilah sebagai akidah resmi negara kemudian memaksakan doktrin-doktrin Mu’tazilah kepada kaum muslimin.[5] Munculnya istilah Ahlusunnah wal-Jamaah merupakan perwujudan dari sabda Rasulullah SAW “Selalu segolongan dari umatku mendapatkan pertolongan” Ibnu Majah. Untuk orang-orang inilah, istilah ahlusunnah wal-jama’ah ditujukan. Dengan kata lain, ahlu sunnah wal-jama’ah adalah orang-orang yang berpegang teguh sunnah Rasulullah SAW dan ajaran para sahabat, baik dalam masalah akidah, ibadah, maupun etika batiniah tasawuf.[6] Aliran Ahlu sunnah wal Jama’ah tak lepas dari para pendirinya yaitu Imam Abu Hasan Al-asy’ari dan juga imam Abu Mansur Al-Maturidi. Saat kondisi perpolitikan Abbasiyah tengah tergoncang dan akidah pada masa itu semakin kabur dengan paham-paham baru yang muncul, lahirlah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari. Kelahirannya saat Abbasiyah berada pada kepemimpinan Al- Mu’tamid ala Allah.[7] Bersama dengan imam Al-Maturidi, Imam al-Asy’ari berjuangan keras mempertahankan sunnah dari lawan-lawannya. Mereka bagaikan saudara kembar. Dari gerakan-gerakan al-Maturidi muncul karya-karya yang memperkuat madzhabnya, seperti kitab Al-Aqaid an-Nasafiyah karya Najmudin an-Nasafi, sebagaimana muncul dari al-Asy’ari beberapa karya yang memperkokoh madzhabnya seperti as-Sanusiyah dan al-Jauharoh.[8] Akidah yang dibawakan oleh imam Asy’ari menyebar luas pada zaman Wazir Nizhamul Muluk pada dinasti bani Saljuk dan seolah menjadi aqidah resmi negara. Paham As’ariyah semakin berkembang lagi pada masa keemasan Madrasah An-Nizhamiyah yang di Baghdad adalah Universitas terbesar di dunia. Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti al-Mahdi bin tumirat dan Nurudin Mahmud Zanki serta sultan Salahudin al-Ayyubi. Juga didukung oleh sejumlah besar Ulama, terutama para imam madzhab. Sehingga wajar sekali kalau akidah asy’ariyah adalah akidah terbesar di dunia.[9] Begitupun dengan al-Maturidi, aliran ini telah meninggalkan pengaruh dalam dunia islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara akal dan dalil naqli, pandangannya yang bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang siifatnya juz’I ke sesuatu yang kulliy.[10] Selanjutnya para pengikut keduanya lah yang melanjutkan dan menyebarkan aliran-aliran beliau dengan membukukan kitab-kitab maupun yang lainnya. Kesimpulan Ahlu Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang Rasulullah berada di atasnya dan juga para sahabatnya, sesuai yang disampaikan di dalam hadits nabi Muhammad SAW. Madzab ini berkembang pesat pada masa kekholifahan dinasti abbasiyah. Daftar Pustaka Abbas, Sirajuddin. 1983. I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah. Jakarta Pustaka Tarbiyah Hanafi, A. 2003. Pengantar Teologi Islam, Cet I, Jakarta Pustaka Al-Husna Baru Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien. 2008. Aliran-aliran Teologi Islam. Jawa Timur Purna Siswa Aliyah Wikipedia Indonesia [1]Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, Aliran-aliran Teologi Islam, Jawa Timur Purna Siswa Aliyah, 2008 Hlm. 174 [3] Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, Jakarta Pustaka Tarbiyah, 1983 Hlm. 16 [5] Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, Aliran-aliran Teologi Islam …. Hlm. 170 [9] A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Cet I, Jakarta Pustaka Al-Husna Baru, 2003 Hlm. 167 Baitul Hikmah era modern di Baghdad, Irak./Republika Sebagian besar dari kita masih belum tahu tentang kapan munculnya AHLUS-SUNNAH WAL JAMA’AH. Bagaimana proses istilah tersebut menjadi populer sampai hari ini? Mari kita simak sejarah kemunculan istilah AHLUS-SUNNAH WAL JAMA’AH, kami mengambil semua referensinya dari Majalah Hidayatullah edisi 05XXIXSeptember 2017/Dzulhijjah 1438 H. Tanpa ada pengurangan dan penambahan. Silahkan simak tulisan di bawah ini; Istillah AHLUS-SUNNAH WAL JAMA’AH amat populer. Bagaimana sejarah kemunculannya? Salah satu pemikiran dalam Islam yang sampai saat ini masih eksis adalah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah. Bahkan ini diikuti mayoritas umat Islam di dunia. Para ahli sejarah menjelaskan kemunculan aliran ini secara substansial sebenarnya sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW. Hanya saja ketika itu namanya belum diformalkan. Rosulullah Saw. Dalam sebuah kesempatan menyampaikan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, hanya satu yang masuk surga dan lainnya masuk neraka. Satu golongan itu disebut al-jama’ah. Riwayat Ahmad, Abu Daud, dan ad-Darimi Nabi Saw. Kemudian wafat. Tongkat kepemimpinan dilanjutkan oleh khalifah Abu Bakar ash-Shidiq RA. Kemudian Umar bin Khatab RA. Sampai di sini, dalam tubuh kaum muslimin tidak ada perpecahan. Pelanjutnya adalah khalifah Utsman bin Affan RA. Beliau wafat karena dibunuh pemberontak. Kemelut muncul dan terjadilah perang antara kubu Ali bin Abi Thalib RA. Dan Muawiyah. Secara militer, peperangan dimenangi oleh Ali. Tetapi secara diplomatis, Muawiyah yang unggul. Dalam peristiwa ini lahir istilah populer yang dikenal dengan Tahkim, yaitu kelompok Muawiyah mengibarkan bendera putih dengan Al-Qur’an berada di ujung tombak sebagai tawaran damai. Berawal dari sini, muncul kelompok baru yang menolak adanya Tahkim, yaitu khawarij. Jadi, umat Islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu Syiah Pendukung Ali, Khawarij, dan pendukung Muawiyah. Guna menguatkan kekuasaan dengan dalil agama, Muawiyah membuat aliranatau golongan baru bernama Jabariyah. Salah satu ajarannya yaitu setiap tindakan manusia adalah kehendak Allah SWT. Dalilnya adalah “Tidaklah engkau memanah, pada saat memanah, akan tetapi Allah-lah yang memanah.” Al-Anfal[8]17 Merebaknya ajaran Jabariyah membuat situasi menjadi rumit. Banyak orang yang malas bekerja karena yakin bahwa apa yang dilakukan adalah kehendak Allah SWT. Melihat situasi yang tidak baik itu, cucu Ali yang bernama Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib membuat aliran baru yang dikenal dengan Qadariyah. Aliran ini mengajarkan bahwa manusia memiliki kehendak dan bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. Allah SWT. Tidak ikut campur dalam setiap kehendak manusia. Dalilnya yang populer adalah “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” ar-Rad [13] 11 Estafet kepemimpinan kemudian beralih dari kekhalifahan Muawiyah ke Dinasti Abbasiyah. Di masa ini, doktrin Qadariyah menjadi aliran yang paling populer dan menjadi pondasi untuk melakukan pembangunan. Paham ini dianggap paling berjasa dalam melakukan reformasi besar-besaran dan menjadi negara maju dalam berbagai aspek, seperti ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, Qadariyah bermetamorfosa menjadi aliran Mu’tazilah. Ajarannya adalah menggunakan logika dalam setiap Ijtihad. Bahkan kemudian aliran ini menjadi aliran resmi Negara. Setiap warga wajib menggunakan doktrin Mu’tazilah sebagai manhajul fikr aliran pemikiran. Akibatnya, terjadilah pemaksaan doktrin sampai pada pembunuhan terhadap setiap warga yang tidak mengikuti aliran itu. Ketika Kekhalifahan Abbasiyah dipegang oleh al-Ma’mun 827 M, al-Ma’tashim, dan al-Wasiq 813-847 M, para ulama dipaksa untuk mengikuti paham bahwa al-Qur’an adalah makhluk, bukan kalamullah. Siapa saja yang tidak setuju maka akan disiksa atau dibunuh. Di antara ulama yang menolak paham tersebut sehingga disiksa adalah Imam Ahmad ad-Dzahabi, Siyaru A’laamin Nubalaa’ juz XI312. Pendiri mazhab Hanbali ini harus mendekam dalam sel dan mendapat siksaan fisik yang sangat berat. Adapun ulama yang dibunuh adalah Imam al-Buwaithi, murid Imam asy-Syafei’i. Ia disiksa sampai meninggal karena meolak keyakinan tersebut. Ibnu Katsir, al-bidayah wan Nihayah, 10/369. AHLUS SUNNAH MUNCUL KEMBALI Saat itu ada seorang ulama besar yang mulanya pengikut Mu’tazilah namun kemudian menyatakan keluar. Beliau adalah Abu Hasan al-Asy’ari, yang menyatakan netral. Bukan menjadi bagian dari Jabariyah, Qadariyah, atau Mu’tazilah. Imam al-Asy’ari ingin membangun kembali semangat ajaran yang dipesankan oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti sunnah dan para sahabat. Mengikuti Imam al-Asy’ari berarti mengikuti jejak salaf dan berpegang teguh terhadapnya, serta membangun argumentasi yang kokoh terhadap jejak mereka. Muncullah Asy’ariyyah Tajuddin as-Subki, Thabaqat as-Syafi’iyyah al-Kubra, III/365 Istilah itu populer untuk membedakan dengan kelompok lainnya. Namun sesungguhnya, istilah itu sudah dipakai oleh sebagian sahabat. Ibnu Abbas ketika menafsirkan surat ali Imran {3} 106, yang dimaksud “muka yang putih berseri” yaitu Ahlus-Sunnah wal Jama’ah. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya adalah ahli bid’ah. Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an Adhim, 2/92 Kalangan Tabi’in juga menggunakan istilah itu untuk mengetahui orang yang benar-benar termasuk Ahlus-Sunnah dan bukan. Ibnu Sirrin menjelaskan bahwa syarat diterimanya syarat seorang perawi Hadist yaitu harus dari kalangan Ahlus-Sunnah. Muqaddimah Muslim Tokoh lain yang mendorong agar umat kembali kepada Ahlus-Sunnah adalah Abu Mansur al-Maturidi. Aliran ini semakin kuat di tengah derasnya arus Jabariyah, Qadariyah, dan Mu’tazilah yang membingungkan umat. Yang membedakan mereka dengan ulama Salaf yaitu mereka menggunakan kalam saat menghadapi tokoh-tokoh Jabariyah dan lainnya. Tentunya, kalam yang dipakai berpatokan pada hujjah-hujjag salaf. Para salaf ketika menghadapi kelompok-kelompok tersebut tidak menggunakan ilmu kalam sebagaimana yang dilakukan Imam Ahmad dan ulama sebelumnya. Orang yang mengikuti sikap mereka disebut Atsyari dengan tokohnya Imam Ahmad. Meski kelompok ini tidak menggunakan kalam, namun mereka tidak mencela ulama yang menggunakan kalam selama masih berpatokan pada al-Qur’an dan Sunnah. Berdasar sejarah di atas, Syaikh Abul Aun as-Safarini al-Hanbali wafat 1188H kemudian menggolongkan Ahlus-Sunnah wal Jama’ah menjadi tiga kelompok. Yaitu al-Atsariyah dengan imamnya Ahmad bin Hambal, al-Asy’arriyyah Abul Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidiyyah Abu Mansur al-Maturidi. Lawami’ al-anwar al-Bahiyyah, 1/73.Sumber Bahrul Ulum/Suara Hidayatullah. Uploaded byM Ali Makhrus Muafi 0% found this document useful 0 votes37 views12 pagesCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes37 views12 pagesSejarah Ahlussunnah Wal JamaahUploaded byM Ali Makhrus Muafi Full descriptionJump to Page You are on page 1of 12Search inside document You're Reading a Free Preview Pages 6 to 11 are not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.

sejarah ahlussunnah wal jamaah pdf